Sunday 1 December 2013

Berbahasa Indonesia di Negara Berbahasa Inggris

Walaupun aku belajar bahasa Inggris sejak SD hingga kuliah di perguruan tinggi, bagaimanapun di masa awal aku tinggal di Australia bahasa adalah suatu "kekagetan budaya" (cultural shock) buatku. Belajar secara formal di sekolah tapi tidak pernah menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari adalah salah satu faktor.

Ditambah lagi karena aku hanya mempelajarinya secara formal, maka banyak kosa kata sehari-hari yang aku belum pernah tahu sebelumnya. Selain itu, bahasa Inggris Amerika berbeda dengan bahasa Inggris United Kingdom, berbeda lagi dengan bahasa Inggris Australia.

Permen misalnya, di film-film Amerika selalu disebut candy. Begitu juga yang aku pelajari di sekolah. Tapi di Australia disebut lolly. Jangan heran kalau anda menyebut candy ke anak-anak di Australia, mereka kelihatan "gak ngeh."

Sebagai penutur bahasa Inggris bahasa kedua, aku belajar lagi di Tafe sebuah institusi pendidikan lanjutan tapi bukan universitas. Disana kebetulan kelasku didominasi orang Jepang. Apa jadinya, bahasa Inggris setengah jadiku ketika harus berkomunikasi dengan sesama penutur bahasa Inggris sebagai bahasa kedua?

Dengan yang kemampuan bahasa Inggrisnya intermediate aku mungkin masih bisa paham. Tapi teman-teman Jepang yang baru 1 atau 2 tahun tinggal di Australia dan kemampuan bahasa Inggrisnya beginner ... wow! Temen Jepang yang masih beginner ini biasanya tidak bisa membedakan huruf R dan huruf L. Kata colour misalnya jadi "kara" taruh dua kata seperti ini dalam satu topik pembicaraan maka pemahamanku nyasar sejauh bulan dari bumi dari yg tadinya tujuan yang dituju Sydney-Jakarta hahaha

Sekarang setelah 3 tahun, tentu saja kemampuan berbahasa Inggrisku sudah mendingan. Tapi dari sekian ratus ribu atau juta? kosa kata mungkin 3/4 nya belum aku kuasai. Berapa persisnya jumlah kata yang belum aku kuasai? Hanya Tuhan yang tahu.

Di rumah, di tempat kerja, di toko dan dimanapun mau tidak mau aku harus berbahasa Inggris. Berapa sering aku berbahasa Indonesia disini? Mungkin jika dirata-rata sekitar sekali 3 minggu. Pada saat aku bertemu teman atau menghubungi orang tua dengan skype.

Berbahasa Indonesia dengan teman disini, pun bercampur aduk dengan istilah-istilah setempat. Terkadang karena tidak ada padanannya di bahasa Indonesia, kadang karena fasilitas tersebut bahkan tidak eksis di Indonesia, dan seringnya karena tidak mau repot berpikir mencari padanan toh orang yang diajak ngomong paham. Sebagai contohnya "pool man." Dibilang tukang kolam kok lucu ... di Indonesia mungkin ada jasa pembersih kolam renang tapi tidak seumum disini. Istilah wage misalnya, apa ya padanannya dalam bahasa Indonesia? Salary kan gaji. Wage itu bayaran per jam ... mungkin upah? Bagi orang Indonesia yang tidak pernah tinggal di negara lain, bisa jadi bicara dengan bahasa campur2 ini keliatan "gaya" omong kok dicampur-campur ... hm, tapi cara terbaik memahaminya adalah dengan tinggal menetap di luar negeri.

Juga akhir-akhir ini, karena aku studi disini ada tugas yang menuntut aku untuk menulis lumayan banyak. Ini memberikan efek, saat aku menulis dalam bahasa Indonesia aku berpikir dalam bahasa Inggris dan kemudian menerjemahkannya ke bahasa Indonesia. Walau sebenarnya tidak perlu! Kacau ya?!

Tapi tahukah anda, bahwa saat manusia menjadi lanjut usia pikiran mereka akan kembali pada kemampuan dasar yang mereka pelajari ketika masih kecil. Orang-orang yang terkena dimentia terutama, walau mereka bisa berbicara bahasa lain sebagai bahasa kedua, saat dimentia mereka akan kembali berbicara bahasa ibu mereka. Ini aku ketahui dari cerita teman yang bekerja di Aged Care.


No comments:

Post a Comment