Monday 31 March 2014

Sepeda Sayang Sepeda Hilang

Rasanya masih ngga percaya sepedaku hilang. Hari minggu lalu aku ke gereja parkir di depan gereja, aku kunci sepedaku di tiang listrik. Di tengah-tengah misa aku rasanya ingin pulang dan aku merasa sedih tanpa alasan. Lantas aku keluar gereja menuju tempat parkir sepedaku. Hanya rantai kunci sepeda tergeletak ditanah yang aku dapat. Saat itu aku tahu, sepedaku dicuri. Aku bilang ke anggota gereja yang kebetulan ada diluar menyiapkan panganan kecil “afternoon tea.” Salah satu dari mereka langsung menawarkan untuk mengantar aku pulang dengan mobilnya. Aku jawab: “Ya, … tapi aku merasa tidak sreg. Aku ingin lapor polisi”

Aku telpon polisi untuk melapor … mataku mulai berkaca-kaca. Pastor paroki (romo) berdiri menemani aku. Saat mulai gerimis, aku tidak lagi dapat menahan air mata. Romo mengajakku ke ruang sekretariat supaya aku tidak kehujanan. Ada pengurus gereja disana. Romo tahu aku pendatang (migrant) dari Indonesia, mencoba hidup di negara ini. Sebelumnya aku harus menjual scooter kecilku (50cc) setelah membeli mobil. Aku tidak sanggup membayar semua biaya pemeliharaan dan registrasi dua kendaraan.

Malam setelah kejadian aku ngga bisa tidur. Senin siang aku pasang iklan di sebuah website gratis, menyebutkan ciri-ciri sepedaku dan bahwa aku seorang migrant yang berusaha menyelenggarakan hidupku disini. Aku minta orang yang mencuri mengembalikan. Bagi yang melihat sepedaku aku minta menghubungi aku. Sore harinya romo datang menawarkan sepeda serepnya yang jarang dia pakai yang saat ini berada di Kooah 4 jam perjalanan dari kota tempatku. Malamnya ada seorang mengirimiku SMS menawarkan sepedanya. Katanya “Nothing special, but you can use it.”
    
Hari Selasa aku kerja, aku cerita ke teman kerja dan dia menawarkan sepedanya juga. Tapi tentunya aku hanya memilih salah satu. Dalam hal ini, aku sudah mengiyakan yang dari Romo. Dari semua ini, aku merasakan bagaimana di negeri ini orang sangat mudah membantu orang lain. Di negara ku sendiri belum tentu kejadiannya seperti ini. Tapi satu hal yang juga aku dapat dari budaya negeri ini adalah kejujuran harus dijunjung. Tiga orang menawari sepeda aku harus memilih salah satu dan tidak plin plan. Aku tidak mengiyakan pada semuanya dan serakah. Hal semacam ini sangat dijaga di Australia.

Ngomong-ngomong, di Sub urban ku, memang pencurian sepeda sangat marak. Boleh dibilang setiap orang yang memiliki sepeda pasti kehilangan sepeda. Aku tidak menuduh, tapi persepsi umum yang beredar adalah orang indigenous (pribumi) lah pelakunya. Sayangnya ya bo’k, hal ini tidak bisa dibantah. Guru gitarku misalnya, anaknya naik sepeda ke shopping centre di sub urban lain, tapi kurang lebih sama … disana juga terkenal banyak pencurian dilakukan oleh orang Aborigin. Si anak ini sedang telpon, dan meninggalkan sepedanya tidak jauh dari situ … dalam sekejap seorang dengan ciri-ciri fisik indigenous menunggangi sepedanya alias mencuri sepedanya.

Sering aku lihat di jalan raya depan kompleksku, sebuah mobil di tepi jalan berisi 4-5 laki-laki dewasa. Mereka kelihatan menunggu sesuatu. Pemandangan yang aneh, karena seringnya 1 mobil berisi 1 orang. Kecuali kalau keluarga di dalam mobil, dengan anak-anak didalamnya. Kadang, sopirnya kelihatan sebagai orang kulit putih, penumpangnya kulit hitam semua. Tapi boleh dibilang walau terlihat kulit putih, bisa jadi dia tergolong sebagai indigenous, artinya dia berdarah campuran tapi terlihat sebagai kulit putih.