Wednesday 6 August 2014

Bandingkan / Comparison


Ini adalah potret sebuah jalan di perumahan penduduk di Australia. Di sebelah kiri adalah lapangan sebuah sekolah sebelum batas balok kayu. Setelahnya adalah hutan di kiri dan kanan jalan. 
--------------- 
This is a photo of a street in Australia. On the left is a school's soccer field before the log bench. After the log bench is a bush on the left and so on the right side.

Foto diatas adalah Jalan Simpang Gaplek, Pamulang. Bandingkan dengan foto diatasnya. Di jalan ini kabel listrik dan papan reklame berebut mencari perhatian.
-----------------
This photo is a street in Simpang Gaplek, Pamulang, Tangerang, Indonesia. Compare to the first photo, in this street electricity cable and advertisements compete to grab attention.

Gambar diatas adalah sebuah jalan menuju Bumi Serpong Damai sebuah kawasan perumahan yang beberapa clusternya adalah cluster elit. Tapi jalan ini ada diluar kompleks.
----------------------
Above is picture of a street toward Bumi Serpong Damai still in Tangerang. Bumi Serpong Damai is a high class housing for Indonesian. But this street is outside the complex. 

Yang ini lebih mencengangkan lagi ... orang membuang sampah di pembatas jalan, Jalan R. Saleh, Ciledug. Suatu hal yang luar biasa bagi saya yang pernah tinggal di Tangerang. Hal yang ajaib bagi orang yang lahir dan besar di Australia.
--------------
This is an extraordinary thing ... people leave their garbage in the middle of the street in Jalan Raden Saleh, Ciledug, Tangerang, Indonesia. Even for me it is unbelievable, i am sure for Australian this something that can not be happened.

Tuesday 5 August 2014

Pajak Oh Pajak

Tiada dapat dipungkiri pajak di negeri kangguru, sangatlah tinggi. Menurut BBC (http://www.bbc.com/news/magazine-26327114) Australia ada di peringkat ke-7 sedunia dengan 40.7 % pajak yang dikenakan pada penghasilan.

Kedengaran tidak terlalu tinggi? … Bagi saya yang tadinya berdomisili di Indonesia, jumlah ini tinggi. Sebagai ilustrasi, dulu pajak yang harus saya setor tahunan sekitar Rp 100.000 + yang mana sangat mudah saya bayar bahkan dari gaji saya sebulan. Sedangkan saat ini, pajak yang dipotong langsung dari gaji saya, bisa digunakan untuk perjalanan ke Indonesia pulang – pergi dua kali. Gaji saya besar? Tidak juga. Saya menunda kepulangan ke Indonesia hingga lebih dari setahun, dan jumlah yang saya kontribusikan ke pajak bisa digunakan pulang 2 kali. (bisa dibayangkan betapa dongkolnya saya)

Untungnya, departemen pajak memasang  minimal penghasilan AU $ 18,000 per tahun sebagai standar. Sehingga orang berpenghasilan di bawah angka tersebut mendapat pengembalian pajak sepenuhnya. Sementara menunggu pajak dikembalikan, uang tersebut berada dalam genggaman departemen pajak. Dimana mereka bisa mengelola dan mendapat bunga? Mungkin teknik ini yang membuat negara ini maju? Bisa jadi …

Diluar pajak penghasilan, warga yang memiliki properti harus membayar apa yang disebut “rate” sekitar Au $1000 (+ Rp 10.000.000) per semester ke Council (dewan kota). Jika properti yang dimiliki berupa apartment atau unit (town house dsb), maka warga harus membayar Body Corporate Fee yakni uang angsuran untuk mengelola kompleks. Meliputi pemotongan rumput, pemeliharaan taman dan kolam renang, serta perbaikan-perbaikan. Didalam Body Corporate Fee ini juga ada sebagian uang yang dibayarkan ke council. Jumlah angsuran ini + Au $2500 (+ Rp 25.000.000) per tahun.


Pajak pada jasa dan barang yang kita beli, disebut GST bisa dilihat di struk pembayaran setiap kali kita membayar sesuatu. Bagi rumah tangga, setelah semua yang disebut diatas, listrik adalah hal lain yang perlu mendapat jatah. Pos keuangan yang serius. Harga listrik di Australia termasuk tinggi. Rumah dengan 2 kamar tidur rata-rata membayar Au $ 350 + jika pemakaian listrik normal. Sedangkan air tidaklah seberapa mahal.
Bensin? Harga bensin saat ini adalah Au $ 1.595 /L dibaca satu dollar limaratus Sembilan puluh lima per liter. Dalam dua minggu untuk mobil dengan mesin 1.8 menghabiskan bensin kurang lebih $ 60 – 70. Bagi pemilik mobil, registrasi kendaraan sebesar Au $ 360 - 380 per semester yang berarti dua kalinya jika dibayar per tahun.

Bisa anda bayangkan biaya hidup di negeri ini. Di bulan-bulan tertentu dimana warga harus membayar beberapa hal sekaligus, misal di awal tahun beberapa orang sampai cemas tidak sanggup membayar. Itulah sebabnya warga Australia sangat kritis akan pengeluaran pemerintahnya. Untuk biaya perang misalnya. Pada kenyataannya, pendapat rakyat tidaklah selalu sama dengan pemerintah. Sama-lah yaw dengan Indonesia atau negara-negara lain.

Dengan besarnya uang yang masuk ke kas council mereka pun dituntut memberikan pelayanan yang baik. Jalan yang terlalu tidak rata walau belum berlubang boleh dikeluhkan ke mereka dan tidak lama kemudian jalan tersebut diperbaiki. Terlebih lagi jika ada lubang. Taman tempat warga duduk bersantai ada di setiap sudut perumahan. Perumahan yang dimaksud bukan milik kantor properti tertentu ya, namun rumah-rumah penduduk. Berbeda dengan di Indonesia dimana hanya di perumahan yang tergolong mewah tersedia taman semacam ini.

Toilet umum tersedia di setiap lokasi wisata atau perhentian caravan. Herannya, toilet ini cukup terawat walau terletak di tempat sepi - jauh dari kota. Warga juga berhak atas layanan Medicare. Layanan berobat gratis, yang sebenarnya ngga gratis juga … karena medicare levy (potongan medicare) dikenakan pada penghasilan.
   

Mungkin ke depan Indonesia dapat merancang sistem keamanan sosial yang lebih kompleks dari yang ada. Tapi konsekuensinya, ada banyak hal yang harus dibayar ke pemerintah hehehe … Demikianlah, hidup di negara maju, bukanlah semata kenyamanan. Anda yang tinggal di Indonesia jika merasa iri pada teman yang tinggal di luar negeri, pertimbangkanlah kembali ke-irian kalian hehehe. Sebagaimana dikatakan oleh teman saya yang bijak (heran juga dia bisa bijak): setiap orang punya keberuntungan dan kesialannya sendiri-sendiri. Temannya yang punya kesialan kecopetan misalnya, bisa kena copet beberapa kali seolah “langganan.”  Tapi di lain pihak doi punya keberuntungan lancar dalam pekerjaan.

Thursday 10 April 2014

Precious Bike, Lose Bike

I can’t believe … that I lost my bicycle, on Sunday evening in front of my church. It was Sunday last week 16th March 2014. In the middle of mass, I felt I wanted to go home and I felt sad, with no reason. Then I went outside to find my bike. Only its chain neglected on the ground. That moment when I realize my bike has gone. I told two men who were there, they are member of the church. One of them said, he can give me a lift. But, I am not happy with what happened, I want to talk to the police.

I rang the police to report my lose … my eyes were full of tears. Parish priest stood beside me accompanied me. When it’s start to rain, I could not hold my tears. Father then asked me to come inside the secretariat room, so I don’t get rained. There are other church members there. Father knows that I am a migrant from Indonesia, trying to be settling in this country. Before this I have to sell my little scooter (50 cc) after I bought a car. I can’t afford to pay all the maintenance and registration both vehicles.

On the night when I lose my bike, I could not sleep. Later on Monday I put an advertisement (free) in a website, I mentioned what my bike made, colour etc. I also said, I am a migrant try to settle in Australia. I asked to those who stole it to return it to the church and for those who see my bike to contact me. Then on Monday evening, father came to offer his spare bike. In the same evening someone also contact me offered his bicycle if my missing bike does not come back.

On Tuesday I worked, I told my colleague about my bike and she also offered me her spare bike. “I hardly use it” She said. But of course I have to choose one and I have said yes to the father. From all of this, I can feel, people are easy to offer you help. Even in my own country, I don’t think the story will be like this. One thing I got from this country’s culture is honesty has to be respected. From 3 persons offered me bicycle,  have to choose one and can’t be wishy washy.

By the way, in my Suburban is a common thing for bike to be stolen. I can say every bike’s owner has lose their bike. I didn’t accuse, but the common assumption in this society is indigenous who do, stealing bike. Unfortunately this assumption is not far from reality. For example when my guitar teacher’s son lose his bike. He rode his bike to a shopping centre named Earlville. Then he needs to make a phone call and he left his bike not so far. I reckon it’s still in his sight. In a second, someone poke him and asked “Is that your bike?” All this boy sees was just someone riding his bike in a flash … he identified the thief as Indigenous person.

I often see a car park on the edge of the street near my complex. Inside the car there are 4-5 men. It’s seems they are waiting something. This is weird scenery, because what usually happen only one person in 1 car. Except if one family in the car, means there are children inside. Not some males adult. Sometime, the driver seems white, and then all the passengers are black. But from what I know, although a person look white, he/ she is counted as indigenous because he/ she is mixed race.

Anyway, when I lose my bike in the church there is an Aboriginal woman – I have known her since I started live in Australia – she pat my back tried to calm me down. She is a very nice person. It seems, this remind me not to discriminate Indigenous person of Australia. 

Monday 31 March 2014

Sepeda Sayang Sepeda Hilang

Rasanya masih ngga percaya sepedaku hilang. Hari minggu lalu aku ke gereja parkir di depan gereja, aku kunci sepedaku di tiang listrik. Di tengah-tengah misa aku rasanya ingin pulang dan aku merasa sedih tanpa alasan. Lantas aku keluar gereja menuju tempat parkir sepedaku. Hanya rantai kunci sepeda tergeletak ditanah yang aku dapat. Saat itu aku tahu, sepedaku dicuri. Aku bilang ke anggota gereja yang kebetulan ada diluar menyiapkan panganan kecil “afternoon tea.” Salah satu dari mereka langsung menawarkan untuk mengantar aku pulang dengan mobilnya. Aku jawab: “Ya, … tapi aku merasa tidak sreg. Aku ingin lapor polisi”

Aku telpon polisi untuk melapor … mataku mulai berkaca-kaca. Pastor paroki (romo) berdiri menemani aku. Saat mulai gerimis, aku tidak lagi dapat menahan air mata. Romo mengajakku ke ruang sekretariat supaya aku tidak kehujanan. Ada pengurus gereja disana. Romo tahu aku pendatang (migrant) dari Indonesia, mencoba hidup di negara ini. Sebelumnya aku harus menjual scooter kecilku (50cc) setelah membeli mobil. Aku tidak sanggup membayar semua biaya pemeliharaan dan registrasi dua kendaraan.

Malam setelah kejadian aku ngga bisa tidur. Senin siang aku pasang iklan di sebuah website gratis, menyebutkan ciri-ciri sepedaku dan bahwa aku seorang migrant yang berusaha menyelenggarakan hidupku disini. Aku minta orang yang mencuri mengembalikan. Bagi yang melihat sepedaku aku minta menghubungi aku. Sore harinya romo datang menawarkan sepeda serepnya yang jarang dia pakai yang saat ini berada di Kooah 4 jam perjalanan dari kota tempatku. Malamnya ada seorang mengirimiku SMS menawarkan sepedanya. Katanya “Nothing special, but you can use it.”
    
Hari Selasa aku kerja, aku cerita ke teman kerja dan dia menawarkan sepedanya juga. Tapi tentunya aku hanya memilih salah satu. Dalam hal ini, aku sudah mengiyakan yang dari Romo. Dari semua ini, aku merasakan bagaimana di negeri ini orang sangat mudah membantu orang lain. Di negara ku sendiri belum tentu kejadiannya seperti ini. Tapi satu hal yang juga aku dapat dari budaya negeri ini adalah kejujuran harus dijunjung. Tiga orang menawari sepeda aku harus memilih salah satu dan tidak plin plan. Aku tidak mengiyakan pada semuanya dan serakah. Hal semacam ini sangat dijaga di Australia.

Ngomong-ngomong, di Sub urban ku, memang pencurian sepeda sangat marak. Boleh dibilang setiap orang yang memiliki sepeda pasti kehilangan sepeda. Aku tidak menuduh, tapi persepsi umum yang beredar adalah orang indigenous (pribumi) lah pelakunya. Sayangnya ya bo’k, hal ini tidak bisa dibantah. Guru gitarku misalnya, anaknya naik sepeda ke shopping centre di sub urban lain, tapi kurang lebih sama … disana juga terkenal banyak pencurian dilakukan oleh orang Aborigin. Si anak ini sedang telpon, dan meninggalkan sepedanya tidak jauh dari situ … dalam sekejap seorang dengan ciri-ciri fisik indigenous menunggangi sepedanya alias mencuri sepedanya.

Sering aku lihat di jalan raya depan kompleksku, sebuah mobil di tepi jalan berisi 4-5 laki-laki dewasa. Mereka kelihatan menunggu sesuatu. Pemandangan yang aneh, karena seringnya 1 mobil berisi 1 orang. Kecuali kalau keluarga di dalam mobil, dengan anak-anak didalamnya. Kadang, sopirnya kelihatan sebagai orang kulit putih, penumpangnya kulit hitam semua. Tapi boleh dibilang walau terlihat kulit putih, bisa jadi dia tergolong sebagai indigenous, artinya dia berdarah campuran tapi terlihat sebagai kulit putih.

Tuesday 14 January 2014

Camping at Ravenshoe

It is a blessing, that North of Queensland is a green fertile land. An area where during winter the temperature can be dropped to 0° but in this summer, wow I think it is more than 32°. It is really hot! Maybe it’s because global warming.

By the way, in Cairns Regional … Tableland is tourists object. There are several sites in this area. What I visited this time is Ravenshoe, small town on highest land of Tableland.



Near this small town, there is a waterfall named Milla Milla, there are also several camping sites. Where we camped is Archer Creek. We camped near the creek. The creek has clear water and very pristine. The local council provide a public toile in this free camping site. When I was using the toilet, it has toilet paper :)) which amaze me hahaha Although the building looks old, this toilet is clean and is looked after well. It is free, after all. In the commercial caravan park perhaps, the facility is better.



Farm area in Australia is very large. A farmer can have 83 acre property. Which is equal to 335.901 m²



From all these scenery, windmill farm is my favorite hehehe 


Saturday 4 January 2014

Berkemah di Ravenshoe

Merupakan anugerah Tuhan yang Maha Baik, daerah utara Queensland adalah tanah subur nan hijau. Daerah dimana saat musim dingin, suhu bisa mencapai 0° tapi di musim panas ini … wow 32° lebih kalee. Panas sekali! Mungkin karena pemanasan global.

Ngomong-ngomong, di Cairns Regional daerah Tableland ini adalah daerah tujuan wisata. Ada banyak obyek wisata di daerah ini. Kebetulan yang aku kunjungi adalah Ravenshoe, kota kecil yang ada di bagian tertinggi Tableland.



Dekat kota kecil ini, ada air terjun Milla Milla dan beberapa tempat berkemah. Tempat kami berkemah adalah Archer Creek. Sungainya berair jernih dan segar. Dewan kota setempat menyediakan satu toilet umum di lokasi perkemahan gratis ini. Toilet tersebut masih lengkap dengan tisu toiletnya waktu aku kesitu :D walau ruangan toilet terkesan bangunan lama, toilet terjaga kebersihannya. Gratis gitu loh. Di lahan perkemahan atau disini lebih populer, Caravan Park yang berbayar fasilitas tentunya lebih terjamin.




Lahan pertanian di Tableland dan mungkin didaerah lain di Australia sangatlah luas. Seorang petani bisa memiliki lebih dari 83 acre lahan. Satu acre = 4.047 m² delapan puluh tiga acre = 335.901 m².


Dari semua pemandangan, ladang kincir angin adalah favorit saya hehehe