Tuesday 5 August 2014

Pajak Oh Pajak

Tiada dapat dipungkiri pajak di negeri kangguru, sangatlah tinggi. Menurut BBC (http://www.bbc.com/news/magazine-26327114) Australia ada di peringkat ke-7 sedunia dengan 40.7 % pajak yang dikenakan pada penghasilan.

Kedengaran tidak terlalu tinggi? … Bagi saya yang tadinya berdomisili di Indonesia, jumlah ini tinggi. Sebagai ilustrasi, dulu pajak yang harus saya setor tahunan sekitar Rp 100.000 + yang mana sangat mudah saya bayar bahkan dari gaji saya sebulan. Sedangkan saat ini, pajak yang dipotong langsung dari gaji saya, bisa digunakan untuk perjalanan ke Indonesia pulang – pergi dua kali. Gaji saya besar? Tidak juga. Saya menunda kepulangan ke Indonesia hingga lebih dari setahun, dan jumlah yang saya kontribusikan ke pajak bisa digunakan pulang 2 kali. (bisa dibayangkan betapa dongkolnya saya)

Untungnya, departemen pajak memasang  minimal penghasilan AU $ 18,000 per tahun sebagai standar. Sehingga orang berpenghasilan di bawah angka tersebut mendapat pengembalian pajak sepenuhnya. Sementara menunggu pajak dikembalikan, uang tersebut berada dalam genggaman departemen pajak. Dimana mereka bisa mengelola dan mendapat bunga? Mungkin teknik ini yang membuat negara ini maju? Bisa jadi …

Diluar pajak penghasilan, warga yang memiliki properti harus membayar apa yang disebut “rate” sekitar Au $1000 (+ Rp 10.000.000) per semester ke Council (dewan kota). Jika properti yang dimiliki berupa apartment atau unit (town house dsb), maka warga harus membayar Body Corporate Fee yakni uang angsuran untuk mengelola kompleks. Meliputi pemotongan rumput, pemeliharaan taman dan kolam renang, serta perbaikan-perbaikan. Didalam Body Corporate Fee ini juga ada sebagian uang yang dibayarkan ke council. Jumlah angsuran ini + Au $2500 (+ Rp 25.000.000) per tahun.


Pajak pada jasa dan barang yang kita beli, disebut GST bisa dilihat di struk pembayaran setiap kali kita membayar sesuatu. Bagi rumah tangga, setelah semua yang disebut diatas, listrik adalah hal lain yang perlu mendapat jatah. Pos keuangan yang serius. Harga listrik di Australia termasuk tinggi. Rumah dengan 2 kamar tidur rata-rata membayar Au $ 350 + jika pemakaian listrik normal. Sedangkan air tidaklah seberapa mahal.
Bensin? Harga bensin saat ini adalah Au $ 1.595 /L dibaca satu dollar limaratus Sembilan puluh lima per liter. Dalam dua minggu untuk mobil dengan mesin 1.8 menghabiskan bensin kurang lebih $ 60 – 70. Bagi pemilik mobil, registrasi kendaraan sebesar Au $ 360 - 380 per semester yang berarti dua kalinya jika dibayar per tahun.

Bisa anda bayangkan biaya hidup di negeri ini. Di bulan-bulan tertentu dimana warga harus membayar beberapa hal sekaligus, misal di awal tahun beberapa orang sampai cemas tidak sanggup membayar. Itulah sebabnya warga Australia sangat kritis akan pengeluaran pemerintahnya. Untuk biaya perang misalnya. Pada kenyataannya, pendapat rakyat tidaklah selalu sama dengan pemerintah. Sama-lah yaw dengan Indonesia atau negara-negara lain.

Dengan besarnya uang yang masuk ke kas council mereka pun dituntut memberikan pelayanan yang baik. Jalan yang terlalu tidak rata walau belum berlubang boleh dikeluhkan ke mereka dan tidak lama kemudian jalan tersebut diperbaiki. Terlebih lagi jika ada lubang. Taman tempat warga duduk bersantai ada di setiap sudut perumahan. Perumahan yang dimaksud bukan milik kantor properti tertentu ya, namun rumah-rumah penduduk. Berbeda dengan di Indonesia dimana hanya di perumahan yang tergolong mewah tersedia taman semacam ini.

Toilet umum tersedia di setiap lokasi wisata atau perhentian caravan. Herannya, toilet ini cukup terawat walau terletak di tempat sepi - jauh dari kota. Warga juga berhak atas layanan Medicare. Layanan berobat gratis, yang sebenarnya ngga gratis juga … karena medicare levy (potongan medicare) dikenakan pada penghasilan.
   

Mungkin ke depan Indonesia dapat merancang sistem keamanan sosial yang lebih kompleks dari yang ada. Tapi konsekuensinya, ada banyak hal yang harus dibayar ke pemerintah hehehe … Demikianlah, hidup di negara maju, bukanlah semata kenyamanan. Anda yang tinggal di Indonesia jika merasa iri pada teman yang tinggal di luar negeri, pertimbangkanlah kembali ke-irian kalian hehehe. Sebagaimana dikatakan oleh teman saya yang bijak (heran juga dia bisa bijak): setiap orang punya keberuntungan dan kesialannya sendiri-sendiri. Temannya yang punya kesialan kecopetan misalnya, bisa kena copet beberapa kali seolah “langganan.”  Tapi di lain pihak doi punya keberuntungan lancar dalam pekerjaan.

No comments:

Post a Comment